New Idea of Wind Turbine

Just another WordPress.com weblog

Wind Turbine for Billboard Illumination

Perancangan, Pembuatan dan Pengujian Turbin Angin Tipe H

untuk Penerangan Billboard

T. A. Fauzi Soelaiman, Nathanael P. Tandian dan Tomy Ardianto

Kelompok Keahlian Konversi Energi, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

Pusat Penelitian Energi Berkelanjutan

Institut Teknologi Bandung

Email: fauzi@termo.pauir.itb.ac.id

Abstrak

Penggunaan bahan bakar fosil selain mengurangi cadangan dalam bumi, juga berdampak pada terjadinya pemanasan global. Karena itu, diperlukan suatu tindakan untuk mencari pengganti sumber bahan bakar fosil. Energi angin merupakan salah satu jenis sumber energi terbarukan. Penelitian ini merancang, membuat, dan menguji sistem konversi energi angin (SKEA) sebagai pemasok daya untuk penerangan billboard. Billboard sebagai media iklan luar ruang yang mengkonsumsi listrik dalam jumlah yang cukup besar. Penggunaan turbin angin pada billboard juga berfungsi sebagai penambah nilai jual billboard, karena akan meningkatkan stopping power-nya. Tahap pertama penelitian yang dilakukan adalah mengukur potensi angin yang ada. Kegiatan selanjutnya adalah mencari faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap desain SKEA. Disesuaikan dengan kondisi alam yang ada dan ketersediaan sumber daya, dibuatlah kriteria desain yang harus dipenuhi. Turbin tersebut kemudian dibuat lalu diuji. Hasil penelitian ini berupa model turbin angin tipe H dengan profil NACA 4415 dan dapat berputar dengan cut in speed 5 m/s pada sudut pitch 0o.

Kata kunci: Turbin angin vertikal, tipe H, SKEA, Billboard.


Pendahuluan

Krisis energi menuntut kita untuk berpikir dan bertindak cepat dalam menemukan dan menggunakan sumber energi terbarukan. Salah satunya adalah energi angin. Di Indonesia, potensi energi angin sangat besar, mencapai 9.286 MW [1]. Sampai saat ini kapasitas terpasang kurang dari 800 kW [2]. Salah satu penyebabnya adalah kecepatan angin rata-rata di wilayah Indonesia, yang berkisar hanya antara 2 hingga 5 m/s, tergolong rendah sehingga secara teori sulit untuk menghasilkan energi listrik dalam skala besar [3]. Namun demikian, dengan potensi angin di Indonesia yang hampir tersedia sepanjang tahun, pengembangan sistem pembangkit listrik energi angin untuk skala kecil sangat mungkin untuk diterapkan.

Salah satu upaya yang dapat memanfaatkan energi angin sebagai pembangkit listrik adalah untuk penerangan papan reklame atau billboard. Billboard merupakan media iklan yang dipasang di ketinggian 8 sampai 18 meter di tempat-tempat keramaian atau yang dilalui oleh kendaraan bermotor seperti di jalan bebas hambatan (tol). Yang menjadi masalah adalah billboard boros dalam mengkonsumsi listrik. Sebuah billboard berukuran 5 x 10 m dapat mengkonsumsi listrik hingga 1,2 kW untuk menyalakan lampu penerangannya [4]. Konsumsi listrik untuk billboard tersebut juga berasal dari PLN, dimana sebagian besar masih menggunakan bahan bakar migas sebagai sumber energi pembangkit listrik. Secara tidak langsung, billboard juga turut mempercepat laju habisnya bahan bakar migas, apalagi jumlah billboard kian hari kian bertambah.

Dengan menggabungkan permasalahan krisis energi, borosnya konsumsi listrik, dan potensi ekonomi billboard, maka diperlukan suatu solusi yang mampu mengurangi pemakaian bahan bakar migas/fosil pada sistem penerangan billboard. Hal pendukung lainnya adalah di ketinggian 8-18 meter (ketinggian sebuah billboard), pada umumnya kecepatan angin yang berhembus cukup besar. Dengan demikan, pada makalah ini dirancang sebuah sistem konversi energi angin sebagai solusi masalah-masalah di atas. Selain itu, nilai tambah lainnya adalah turbin angin yang dipasang pada billboard dapat meningkatkan stopping power billboard, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai ekonomi billboard tersebut.

Pemilihan turbin angin tipe H (gyromill) pada penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa efisiensi tipe H cukup besar. Hal ini bisa dilihat pada grafik faktor daya untuk berbagai jenis turbin angin. Di sana memang umumnya tidak tercantum area kerja tipe H. Tetapi mengingat bahwa tipe H merupakan modifikasi dari tipe Darrieus, maka dapat diasumsikan bahwa area kerja tipe H berada di sekitar area kerja tipe Darrieus. Alasan berikutnya adalah, di negara-negara Eropa, tipe H telah banyak diaplikasikan untuk keperluan pembangkit listrik skala kecil. Lewat penelitian ini diharapkan dapat dilakukan hal serupa di Indonesia. Perubahan atau modifikasi mungkin perlu dilakukan, mengingat kondisi alam yang berbeda antara Indonesia dan Eropa. Turbin tipe H hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan selain untuk penerangan billboard, juga dapat digunakan untuk aplikasi lain.

Parameter Turbin Tipe H

Secara umum, turbin angin vertikal memiliki karakteristik:

Desain sederhana, relatif terhadap tipe horisontal. Tipe vertikal tidak memerlukan yaw mechanism.

Generator, gearbox, dan komponen-komponen mekanik maupun elektronik dapat diletakkan di dekat permukaan tanah dan tidak perlu diletakkan di atas menara.

Mudah perawatannya, karena konstruksi yang sederhana dan banyak komponen diletakkan di dekat permukaan tanah.

Profil melintang bilah sudu seragam, sehingga lebih murah dalam pembuatannya.

Kecuali pada tipe Darrieus, tegangan pada bilah sudu lebih rendah karena sudu ditumpu pada kedua ujungnya.

Tip-Speed-Ratio (TSR) rendah, relatif terhadap tipe horizontal modern. Dikaitkan dengan teori momentum, TSR yang rendah memberikan koefisien daya Cp dan efisiensi yang rendah.

Pada beberapa keadaan, tipe vertikal tidak dapat mulai berputar sendiri.

Dilihat dari karakteristik di atas, maka tipe vertikal lebih cocok untuk SKEA skala kecil.

Turbin tipe H adalah variasi dari tipe Darrieus [5]. Keduanya sama-sama menggunakan prinsip gaya angkat untuk menggerakkan sudu. Tipe H jauh lebih simpel dari tipe Darrieus. Bila tipe Darrieus menggunakan bilah yang ditekuk, maka tipe H menggunakan bilah lurus. Bilah ini dihubungkan ke poros menggunakan batang atau lengan, kemudian poros langsung dihubungkan dengan generator. Perbandingan antara turbin angin tipe Savonius, Darrieus dan Tipe H dapat dilihat pada Tabel I.

Tabel I Perbandingan Karakteristik Turbin Angin Savonius, Darrieus dan Tipe H

Savonius

Darrieus

Tipe H

Dapat berputar pada kecepatan angin rendah

Proses manufaktur mudah

Koefisien daya rendah

Koefisien daya lebih tinggi

Telah dibuat dalam skala besar

Tidak dapat mulai berputar sendiri (self start)

Tidak dapat diatur kecepatan putarnya lewat pengaturan sudut serang

Proses manufaktur susah dan mahal

Desain sederhana

Koefisien daya kurang lebih sama dengan Darrieus

Proses manufaktur mudah

Dapat dilakukan pitching pada bilah sudu

Jurnal atau referensi belum banyak ditemukan

Gaya Angkat

Pada model dua dimensi, gaya aerodinamik pada suatu benda dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen gaya yang arahnya searah dengan kecepatan aliran fluida dinamakan gaya tahanan (drag). Komponen gaya yang arahnya tegak lurus dengan arah datangnya fluida dinamakan gaya angkat (lift) [6].

Eksperimen menunjukkan bahwa setiap benda yang diletakkan di fluida yang bergerak, akan mengalami gaya tahanan. Gaya angkat tidak terjadi pada semua aliran. Angkat terjadi hanya jika ada keasimetrisan. Keasimetrisan ini dapat terjadi karena bentuk benda yang tidak asimetris, maupun karena letak benda yang tidak sesumbu dengan arah fluida. Sudut dari ketidaksesumbuan antara arah datangnya fluida dengan benda ini dinamakan angle of attack atau sudut serang. Gambaran mengenai gaya angkat, tahanan, dan sudut serang ada pada Gambar 1 (a) berikut.

(a) (b)

Gambar 1 (a) Gaya angkat, gaya tahanan, dan sudut serang suatu airfoil,

(b) Definisi planform dan frontal area [6].

Besarnya gaya angkat dapat diketahui dari persamaan [6]:

Dimana V adalah kecepatan fluida relatif terhadap benda, ρ masa jenis fluida, S adalah luas planform area, CL adalah koefisien gaya angkat. Definisi luas yang dimaksud seperti pada Gambar 1 (b).

Besarnya CL berbeda untuk tiap desain atau bentuk suatu benda. Semakin besar CL suatu benda, semakin besar pula gaya angkat yang dapat dihasilkan. Pada sebuah sudu, selain bentuk geometris, besarnya CL juga dipengaruhi oleh sudut serang dan sudut pitch. Sudut serang adalah sudut antara garis chord sudu dengan vektor resultan kecepatan rotor. Sudut serang merupakan parameter aerodinamis. Sudut ini mengatur besarnya perpotongan sudu terhadap fluida. Sudut pitch adalah sudut antara garis chord sudu dengan vektor kecepatan tangensial rotor, dan merupakan parameter desain (Lihat Gambar 2).

Gambar 2 Sudut pitch dan sudut serang suatu sudu [5].

Profil Sudu

Sudu merupakan bagian penting dari sebuah turbin. Geometri dan posisi sudu yang tepat akan meningkatkan daya angkat yang dapat dihasilkan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi turbin. Selain bentuk geometri, bahan atau material sudu juga berpengaruh pada performa turbin. Sudu yang baik adalah sudu yang ringan tetapi kuat, sehingga mampu menahan beban atau tegangan yang terjadi karena putaran rotor. Saat ini banyak dikembangkan sudu yang menggunakan material serat karbon.

Performansi

Turbin angin tipe H bekerja berdasarkan gaya angkat yang bekerja pada sudunya untuk menghasilkan torsi terhadap poros. Torsi ini kemudian memutar generator lalu menghasilkan listrik. Bila dilihat dari atas, gaya-gaya yang bekerja pada sudu turbin tipe H adalah seperti pada Gambar 3 (a).

Bila pada turbin angin horisontal (kecuali sudu tunggal), rotornya mengalami gaya aerodinamik yang tetap, maka tidak demikian pada turbin vertikal. Pada turbin vertikal, sudut serang pada sudu senantiasa berubah atau bervariasi selama rotor berputar. Hal ini mengakibatkan dalam satu kali berputar, sebuah sudu akan menghasilkan torsi yang fluktuatif besar dan arahnya. Ada suatu waktu dimana torsi yang dihasilkan negatif, tetapi secara keseluruhan dalam satu putaran, torsi rata-rata yang dihasilkan bernilai positif. Untuk turbin dengan dua atau tiga sudu, karakteristiknya adalah seperti pada Gambar 3 (b) berikut.

(a) (b)

Gambar 3 (a) Gaya-gaya aerodinamis pada suatu turbin tipe H,

(b) Variasi torsi pada sebuah turbin dengan dua atau tiga sudu [5].

Dari grafik di atas terlihat bahwa pada turbin dengan tiga sudu resultan torsi yang dihasilkan selalu bernilai positif, meskipun besarnya tidak sebesar pada turbin dua sudu. Turbin dengan tiga sudu juga memberikan balans dinamik yang lebih baik daripada turbin dua sudu [7].

Beberapa parameter lain ditetapkan dalam pembuatan turbin tipe H, yaitu rasio kepadatan dan aspect ratio. Rasio kepadatan dirumuskan sebagai perbandingan total planform area sudu terhadap luas sapuan rotor. Persamaannya sebagai berikut [5]:

Dimana S adalah rasio kepadatan sudu, n jumlah sudu, c panjang chord, dan l panjang sudu. Aspect ratio pada turbin angin vertikal merujuk pada perbandingan panjang sudu terhadap diameter turbin. Sandia [7] telah melakukan pengujian terhadap turbin Darrieus, dan menyimpulkan bahwa nilai yang baik untuk rasio kepadatan adalah berkisar 0,2 sampai 0,25, dan untuk aspect ratio adalah berkisar 1,5 sampai 2. Sedangkan untuk turbin tipe H, belum diperoleh hasil pengujian terhadap hal tersebut.

Perancangan

Kebutuhan Listrik Billboard

Perancangan SKEA dimulai dari menghitung kebutuhan listrik yang harus dipenuhi untuk sebuah billboard. Batasan dan asumsi yang digunakan adalah:

Ukuran: Billboard yang paling banyak digunakan adalah billboard ukuran 5 x 10 meter, horisontal, satu sisi. Ukuran tersebut dijadikan referensi di perancangan ini.

Lampu: Untuk mengurangi kebutuhan listrik, dapat digunakan lampu dari jenis Kimindo [8]. Lampu Kimindo ini menggunakan LED, sehingga hemat energi. Terdapat dua jenis lampu, yaitu untuk konsumsi 30 W yang setara 200 W, dan 90 W yang setara 700 W. Pemasangan lampu dipilih tipe frontlite, yaitu pencahayaan dari arah luar billboard. Tipe backlite, yaitu pencahayaan dari dalam billboard, membutuhkan jumlah lampu yang lebih banyak.

Lama penyalaan: Penghematan dapat dilakukan dengan menyalakan lampu bilboard hanya pada jam-jam tertentu dimana arus lalu lintas sedang padat. Pada perancangan ini dibatasi dari jam 18.00 hingga 23.00. Di luar jam tersebut, lampu dipadamkan.

Pengelolaan billboard merupakan hak atau kewenangan dari perusahaan yang bersangkutan. Aturan dari pemerintah lebih berkaitan dengan pajak, dimana pajak tersebut tergantung lokasi dan luas billboard. Sedangkan aturan mengenai jenis dan jumlah lampu yang digunakan, posisi lampu, jam penyalaan, tidak diatur oleh pemerintah, dan merupakan kewenangan penuh dari pengelola. Karena itu, asumsi-asumsi di atas mungkin sekali untuk dilakukan.

Konfigurasi lampu dapat digunakan seperti terlihat pada Gambar 4 (a) berikut.

(a) (b)

Gambar 4 (a) Susunan lampu di billboard, (b) Posisi turbin terhadap billboard (horisontal & vertikal).

Lampu dengan konfigurasi di atas sudah memberikan penerangan yang baik. Sebagai perbandingan, Santomic, [9] pada salah satu billboardnya, yang berukuran 5 x 10 meter, hanya menggunakan 2 buah lampu 30 W sebagai penerangannya. Jadi, dengan penyalaan selama lima jam sehari, listrik yang dibutuhkan sebesar:

· Untuk 6 buah lampu 30 W = 180 W.

· Untuk 5 jam penyalaan à 180 W x 5 h = 900 Wh.

Konfigurasi Umum Turbin Angin Tipe-H

Letak Turbin terhadap Billboard

Kapasitas turbin angin terutama sekali dipengaruhi oleh kecepatan angin dan luas sapuan. Pada perancangan ini, kecepatan angin yang dipilih (rated wind speed) adalah 5 m/s. Kecepatan angin seperti ini mungkin untuk dicapai, karena ketinggian billboard dapat mencapai 10 meter dari permukaan tanah. Untuk menentukan luas sapuan yang diperlukan dapat dilakukan dengan perhitungan berikut:

Kebutuhan listrik per hari = 900 Wh

Asumsikan angin 5 m/s berhembus selama 6 jam sehari

Daya yang harus disediakan oleh SKEA: 900 Wh/6 h = 150 W.

Dari persamaan

dengan asumsi massa jenis udara 1,2 kg/m3, dan faktor daya turbin 0,34, maka untuk menghasilkan daya 150 W, diperlukan luas sapuan sebesar 5,75 m2.

Luas sapuan tersebut dapat dipenuhi oleh berbagai ukuran turbin. Untuk menentukan berapa tinggi dan lebarnya, harus ditentukan dulu apakah turbin terletak di sisi horisontal atau vertikal seperti pada Gambar 4 (b). Perbandingan keduanya ada pada Tabel II berikut.

Tabel II Perbandingan Alternatif Posisi Turbin terhadap Billboard

Paramater

Vertikal

Horisontal

Mulai berputar pada kecepatan angin yang kecil

+

Beban lentur pada lengan

+

TSR

+

Kemampuan menangkap angin dari berbagai arah

+

Poin pertama, dengan rasio kepadatan sudu yang sama, pada kecepatan angin rendah turbin posisi vertikal lebih lambat mulai berputar, daripada posisi horisontal. Hal ini dikarenakan pada posisi horisontal, jarak lengan gaya angkat terhadap poros turbin lebih jauh, sehinga torsi yang dihasilkan lebih besar. Rumusan torsi dapat dihitung dengan persamaan T = L r, dimana T adalah torsi, L gaya angkat, dan r panjang lengan. Pada posisi horisontal, saat akan mulai berputar, torsi tahanan pada poros yang disebabkan inersia, dan gesekan, dapat lebih dahulu dilampaui. Artinya posisi horisontal lebih cepat mulai berputar daripada posisi vertikal. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan sudu dengan panjang chord yang lebih besar pada turbin posisi vertikal. Karena panjang chord sebanding dengan planform area (S), sesuai persamaan:

Maka untuk chord yang lebih panjang, akan membuat gaya angkat yang dihasilkan lebih besar. Perlu diperhatikan bahwa penambahan panjang chord ini menambah rasio kepadatan sudu.

Pada posisi horisontal, lengan yang menumpu bilah sudu jauh lebih panjang daripada posisi vertikal. Lengan yang panjang, tentu akan mengalami beban lentur yang lebih besar. Pada kecepatan angin yang sama, posisi vertikal akan lebih cepat putarannya. Artinya, TSR posisi vertikal lebih tinggi daripada TSR posisi horisontal.

Kemudian pada poin keempat, turbin posisi horisontal lebih mampu menangkap angin dari segala arah, karena tidak terhalangi oleh billboard. Selain itu, karena posisi horisontal dapat ditempatkan di atas billboard, yang lebih tinggi dari sisi sampingnya, maka anginnya pun lebih kencang. Hal ini tidak terlalu menjadi masalah, karena angin yang terhalang oleh billboard hanya dari satu arah. Selain itu, selisih ketinggian yang antara posisi horisontal dan vertikal sedikit, sehingga pengaruhnya tidak akan signifikan terhadap kecepatan angin. Dari penilaian parameter-parameter di atas, maka dipilih turbin dengan posisi vertikal.

Penentuan Jumlah Turbin pada Billboard

Untuk posisi vertikal, ada dua alternatif ukuran. Alternatif pertama, luas sapuan 5,75 m2 tersebut dipenuhi oleh sebuah turbin. Alternatif kedua, luas sapuan tersebut dipenuhi oleh dua buah turbin. Perbandingan dua alternatif di atas ada pada Tabel III berikut.

Tabel III Perbandingan Jumlah Turbin pada Billboard.

Parameter

Satu Turbin

Dua Turbin

Kemudahan pembuatan sudu

+

Estetika

+

Biaya

+

Konstruksi

+

Apabila dipilih satu turbin, maka ukuran sudu yang digunakan akan sangat besar, dapat mencapai 4 meter. Hal tersebut tentu menyulitkan dalam pembuatan dan handling-nya. Kemudian bila dikaitkan dengan konstruksi billboard, distribusi massa tidak akan seimbang. Pada satu sisi konstruksi billboard akan menahan beban yang besar.

Menggunakan dua turbin artinya menggunakan dua generator. Hal ini tentu menambah biaya produksinya. Tetapi hal tersebut tidak akan menjadi masalah bila produk yang dihasilkan memiliki estetika yang baik, justru nilainya semakin tinggi. Berdasarkan parameter-parameter di atas, maka dipilih alternatif kedua, yaitu menggunakan dua buah turbin.

Luas sapuan tiap turbin menjadi 5,75 m2/2 = 2,875 m2. Luasan tersebut dapat dicapai dengan ukuran 1 x 2,875 m. Dengan mempertimbangkan rugi-rugi pada bantalan, generator, dan lainnya, maka ukuran turbin harus dibuat lebih besar dari kebutuhannya. Ukuran yang dipilih adalah 1,25 x 3 m.

Bilah Sudu

Pemilihan Tipe Airfoil

Pemilihan bilah sudu pada perancangan ini disesuaikan dengan kriteria berikut :

1. memiliki perbandingan angkat/tahanan yang besar,

2. mampu bekerja pada kecepatan angin yang rendah,

3. sifat ketahanan yang baik terhadap gangguan dari luar, seperti hujan, debu, dan sebagainya,

4. mudah proses pembuatannya, dan

5. karakteristik aerodinamik yang sesuai untuk penggunaan pada turbin angin vertikal, yaitu sudut serang yang selalu berubah.

Untuk mengetahui karakteristik tiap jenis sudu, NACA telah membuat standar untuk berbagai desain sudu. Dari sekian banyak desain, dipilihlah tipe NACA 4415. Tipe 4415 ini memiliki sifat: tahan terhadap gangguan dari luar, seperti debu atau material-material yang terbawa di udara, selain itu karakter tipe ini cocok untuk penggunaan pada kecepatan rendah [10]. Penamaan 4415 sendiri memiliki makna sebagai berikut [5]:

Digit pertama: rasio maksimum camber terhadap chord, dalam persen.

Digit kedua: posisi camber terhadap chord, dalam 1/10 panjang chord.

Digit ketiga/keempat: rasio maksimum ketebalan terhadap chord, dalam persen.

Atau dapat dikatakan, NACA 4415 memiliki rasio camber terhadap chord 4%, pada 40% dari panjang chord, dengan rasio maksimum ketebalan terhadap chord sebesar 15%. Pada semua seri 4 digit airfoil NACA, ketebalan berada pada daerah 30% dari panjang chord. Untuk mendefinisikan geometrinya, NACA telah membuatkan standar berupa stasiun beserta koordinatnya relatif terhadap panjang chord, yang dapat dilihat pada Pustaka [10].

Kriteria kelima merupakan faktor yang tidak dapat dipenuhi oleh airfoil ini. Airfoil NACA pada awalnya adalah untuk keperluan penerbangan, dimana sudut serang relatif konstan selama beroperasi. Untuk keperluan turbin angin vertikal, desain khusus mungkin diperlukan seperti yang dilakukan oleh Pacwind [11].

Penentuan Jumlah Sudu pada Turbin

Alternatif jumlah sudu adalah dengan dua atau tiga sudu. Perbandingannya dapat dilihat pada Tabel IV berikut.

Tabel IV Perbandingan Turbin dengan Dua dan Tiga Sudu.

Parameter

Dua Sudu

Tiga Sudu

Rasio kepadatan

+

Massa

+

Balancing

+

Torsi

+

TSR

+

Turbin tiga sudu memiliki rasio kepadatan dan massa yang lebih besar. Hal ini akan berpengaruh terhadap putaran turbin. Semakin besar massa maka semakin besar pula inersianya. Kekuatan struktur juga harus dipertimbangkan bila massa yang berputar besar. Selain itu, turbin tiga sudu memiliki TSR yang lebih rendah dari dua sudu.

Namun demikian, turbin tiga sudu memberikan torsi yang lebih baik. Seperti terlihat pada gambar di bagian sebelumnya, turbin dengan tiga sudu, resultan torsi yang dihasilkan selalu bernilai positif. Balancing untuk turbin dengan tiga sudu lebih mudah dilakukan, sehingga getaran yang mucul dapat diminimalisir.

Pertimbangan utama dalam menentukan jumlah sudu ini adalah bahwa turbin ini berukuran kecil dan akan digunakan di daerah dengan kecepatan angin yang rendah. Tambahan sebuah sudu hanya akan menambah bobot sekitar 2 kg, sedangkan efeknya, turbin akan lebih mudah berputar pada kecepatan angin yang rendah. Karena itu, dipilih turbin dengan tiga sudu. Rasio kepadatan yang dipilih adalah 0,5. Sehingga panjang chord tiap sudu adalah 25 cm.

Pembuatan Turbin Angin

Sudu

Ada beberapa alternatif bahan yang digunakan dalam pembuatan sudu ini, yaitu dari aluminium, fiber, dan serat karbon. Karena pertimbangan massa dari sudu, maka dipilih bahan dari aluminium. Untuk menjaga agar bentuk sudu kaku dan sesuai profil yang diinginkan, maka dibuat rangka yang terbuat dari bahan kayu albasia. Rangka ini dilem dengan poros sudu yang terbuat dari pipa aluminium berdiameter 22 mm. Bentuk rangka tersebut seperti pada Gambar 5 (a) berikut.

Rangka kemudian dilapisi dengan kertas karton multiplex. Karton ini terlebih dahulu dirol pada sisi bagian depan sudu, tujuannya agar tidak patah saat dibengkokkan. Setelah itu, sudu ditutup dengan pelat aluminium 0,3 mm. Pelat ini direkatkan ke rangka dengan menggunakan lem. Untuk menghaluskan permukaan, aluminium tersebut diberi meni (dempul). Permukaan sudu kemudian di amplas, lalu di cat menggunakan pilox. Hasil akhir sudu seperti pada Gambar 5 (b).

Gambar 5 Pembuatan turbin angin: (a) Rangka sudu, (b) Sudu jadi, (c) Lengan dan (d) Poros.

Lengan

Pemilihan lengan harus optimal antara kekuatan dan massa dari material tersebut. Pada turbin ini digunakan lengan yang terbuat dari aluminium berrongga yang berukuran 1,5 x 1 inci, dengan ketebalan 1,5 mm. Pada bagian tempat pemasangan baut, yaitu pada kedua ujungnya, diberi penguat agar tidak rusak sewaktu baut dikencangkan. Penguat tersebut berupa blok aluminium, berukuran sedikit lebih kecil dari rongga. Pemasangan penguat tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 (c).

Poros

Poros terbuat dari pipa aluminium berdiameter 38 mm, dengan tebal 1 mm. Ketiga sudu disatukan ke poros menggunakan flens dan dudukan seperti yang terlihat pada Gambar 5 (d). Keempat flens terbuat dari material alumunium dural. Proses yang digunakan adalah proses bubut, freis, dan drill.

Konstruksi Dudukan SKEA

Konstruksi dudukan untuk turbin angin tergantung pada konstruksi tempat dia dipasang. Billboard sendiri memiliki bermacam jenis konstruksi. Seperti terlihat pada Gambar 6 (a) di bawah ini. Gambar 6 (b) memperlihatkan contoh bagaimana turbin angin dipasang. Gambar ini berdasarkan skala sebenarnya untuk ukuran billboard 5 x 10 m, dengan tinggi billboard dari tanah 8 m. Dudukan ini dapat didesain lebih lanjut agar memiliki desain yang lebih bernilai estetis namun tetap fungsional. Kekuatan struktur belum dihitung secara mendalam, karena pembatasan masalah di laporan ini.

(a) (b)

Gambar 6 (a). Bermacam jenis konstruksi billboard, (b) Posisi dan ukuran turbin terhadap billboard.

Pengujian

Pengujian Sudu Turbin Angin

Pengujian turbin angin dilakukan di dua tempat, yaitu di dalam Laboratorium Termodinamika dan di atap gedung PAU, ITB.

(a) Pengujian di dalam Lab. Termodinamika

Pengujian di dalam laboratorium menggunakan dua buah kipas besar, berdiameter 75 cm. Kipas ini dapat meniupkan angin hingga 12,5 m/s pada jarak satu meter. Untuk menambah sebaran angin, dapat ditambahkan dua buah blower. Gambar pengujian seperti pada Gambar 7 (a) berikut.

Pengujian dilakukan pada berbagai tingkat kecepatan angin. Hal ini dapat diatur dengan menggunakan tombol kecepatan pada motor kipas, dan dengan mengatur luas lubang isapan blower. Pengujian dilakukan dengan berbagai variasi sudut pitch.

(a) (b)

Gambar 7 Pengujian turbin angin. (a) Di dalam gedung, (b) Di luar gedung.

Hasil Pengujian Sudu Turbin Angin

Hail pengujian di dalam laboratorium menghasilkan turbin angin yang belum dapat berputar. Baik ketika menggunakan awalan (diberi putaran awal) maupun ketika dibiarkan, turbin belum mampu berputar sendiri. Hal ini dapat dikarenakan beberapa hal berikut:

Kecepatan angin belum merata di sepanjang sudu:

Kecepatan angin yang belum merata disebabkan ukuran diamater kipas yang hanya 75 cm, sementara luasan turbin 150 cm x 150 cm. Akibatnya, gaya angkat yang dihasilkan dari sudu tidak sama besarnya di sepanjang sudu. Daerah yang memperoleh angin lebih kencang akan menghasilkan banyak gaya angkat, sedangkan daerah yang anginnya pelan gaya angkatnya lebih kecil. Bagian yang lebih kecil gaya angkatnya tersebut harus dikompensasi dari bagian yang gaya angkatnya besar, sehingga, secara resultan, gaya angkat yang dihasilkan kecil. Pengaturan kecepatan dua blower juga tidak dapat optimal, karena spesifikasi dari dua blower berbeda, baik ukurannya maupun motor yang digunakan.

Kecepatan angin yang ada belum mencapai kecepatan cut-in speed turbin:

Dalam usaha meratakan kecepatan angin disepanjang sudu, jarak kipas dengan turbin agak dijauhkan, yaitu sekitar dua meter. Hal ini mengakibatkan kecepatan angin di depan turbin jauh berkurang dibanding kecepatan angin yang keluar dari kipas.

Cloging torque generator besar, yaitu 1,875 Nm:

Cloging torque yang besar ini diakibatkan oleh gaya tarik menarik antara magnet pada rotor dengan inti kumparan pada stator generator. Jarak keduanya yang dekat, mengakibatkan gaya tarik yang besar. Terhadap poros generator, gaya ini menghasilkan torsi yang besar.

Cetakan sudu yang kurang baik:

Profil sudu dibentuk oleh kayu yang dipotong sesuai dengan pola NACA 4415. Meskipun sudah ada polanya, masih terjadi perbedaan antara pola yang diberikan dengan sudu yang telah jadi. Bentuk profil yang berbeda tersebut mengakibatkan performa yang berbeda pula.

Permukaan sudu yang tidak halus:

Sama seperti bentuk profil sudu, kehalusan permukaan sudu juga mempengaruhi performa sudu. Pada beberapa bagian sudu didapati penyok atau retak. Hal ini dikarenakan bahan pelapis yang digunakan adalah pelat aluminium 0,3 mm. Akibatnya, terkena benturan sedikit saja, terutama ketika dibawa (handling), dapat terjadi retak atau penyok.

Rasio kepadatan sudu belum optimal:

Rasio kepadatan sudu yang digunakan disini adalah 0,5. Referensi untuk penentuan rasio kepadatan sudu yang efektif untuk turbin tipe H belum ditemukan. Sehingga ada kemungkinan rasio yang digunakan ini terlalu kecil. Terutama bila dibandingkan dengan turbin tipe H yang ada di pasaran, turbin ini terlihat ’kurus’.

Modifikasi sudu kemudian dilakukan. Sudu yang lama diganti sudu yang lebih ‘gemuk’. Sudu baru panjang chordnya 30 cm, dengan panjang sudu 120 cm. Rasio kepadatan sudu yang baru menjadi 0,6. Bagian atas poros turbin kini dipegang menggunakan lengan yang dihubungkan dengan sebuah menara. Hal ini dilakukan untuk mengurangi getaran yang terjadi di poros pada konstruksi sebelumnya. Pengujian dilakukan di alam terbuka dengan menggunakan angin dari alam.

(b) Pengujian di atas Gedung PAU, ITB

Dengan menggunakan sudu yang baru, kemudian dilakukan pengujian di atas gedung PAU, ITB seperti yang dapat dilihat pada Gambar 7 (b).

Pengujian I

Pada sudut pitch 0o, diperoleh cut-in speed = 5 m/s. Angka tersebut merupakan rata-rata dari beberapa data yang diambil. Data paling rendah menunjukkan pada kecepatan 4,5 m/s sudu sudah mulai bergerak. Namun hal ini terjadi pada beberapa posisi sudu saja (posisi terhadap arah datangnya angin). Mulai kecepatan 3,5 m/s sudu bergetar sedikit, seakan hendak mulai berputar. Bila dibiarkan maka tetap bergetar lalu berhenti. Sebaliknya, bila diberi dorongan sedikit, maka turbin akan mampu berputar. Dalam keadaan berputar tersebut, bila angin terus berada di atas 3,5 m/s, turbin akan terus berputar. Putaran turbin ke arah yang semestinya (dalam pengujian ini, berlawanan dengan arah jarum jam atau counter clock wise (CCW))

Pengujian II

Pada sudut pitch = -25o, diperoleh cut-in speed = 5,7 m/s. Angka ini juga merupakan rata-rata, dimana nilai terendah adalah 5,5 m/s. Di bawah kecepatan 5,5 m/s, sudu sama sekali tidak mau bergerak. Perilaku sudu agak aneh, pada kecepatan cut-in speednya, sudu tidak langsung bergerak ke arah semestinya (CCW), tetapi bergerak ke arah sebaliknya (CW) untuk beberapa derajat, lalu berganti arah ke CCW. Putarannya tidak stabil, hal ini dikarenakan kecepatan angin di atas 5,7 jarang terjadi di lokasi pengujian.

Pengujian III

Pada sudut pitch =25o, diperoleh cut in speed = 3,9 m/s. Cut-in speed yang diperoleh cukup rendah, namun putaran sudu sama sekali tidak stabil. Arah geraknya berubah-ubah, namun arah yang dominan adalah arah CW. Terlihat bahwa pada sudut pitch ini, pengaruh gaya tahanan (drag) pada sudu lebih dominan daripada gaya angkat (lift).

Dari hasil pengujian di atas terlihat bahwa Pengujian I, yaitu sudut pitch sudu 0o, memberikan hasil yang terbaik dimana diperoleh cut-in speed 5 m/s, dan berputar stabil pada 3,5 m/s. Pengujian di atas dilakukan tanpa generator. Pengujian dengan generator belum dilakukan karena clogging torque dari generator masih cukup besar, sehingga generator perlu dimodifikasi terlebih dahulu.

Evaluasi Sistem Turbin Angin

Hasil pengukuran angin yang telah dilakukan ternyata menunjukkan bahwa kecepatan angin yang digunakan pada asumsi perancangan cukup jauh berbeda dengan kenyataan. Karena itu perlu dilakukan perhitungan ulang atas luasan turbin yang diperlukan untuk memenuhi daya yang dibutuhkan sebuah billboard.

Kebutuhan Energi Sebuah Billboard

Untuk lebih menghemat konsumsi listrik, digunakan tiga buah lampu saja, dengan spesifikasi yang sama. Jam penyalaan pun dikurangi hingga menjadi 4,5 jam penyalaan. Maka kebutuhan energi yang harus disuplai sebesar: E = 30 W x 3 buah x 4,5 h = 405 Wh.

Kondisi Angin Sebenarnya

Hasil pengukuran menunjukkan rata-rata kecepatan angin pada pukul 9 sampai 18 adalah 2,20 m/s. Bila diasumsikan kecepatan angin konstan, maka dapat dikatakan angin berhembus 2,20 m/s selama sembilan jam.

Luasan yang diperlukan

Dengan kondisi angin tersebut, maka turbin harus menghasilkan 405 Wh / 9 h = 45 W. Dari persamaan daya untuk turbin angin, dapat dihitung luas sapuan turbin yang diperlukan adalah 20,08 m2, dengan catatan koefisien daya turbin adalah 0,35. Luasan tersebut dapat dipenuhi dengan menggunakan dua buah turbin berukuran 5 x 2 meter pada sisi kiri dan kanan billboard. Ilustrasinya seperti pada Gambar 8 berikut.

Gambar 8. Ilustrasi ukuran turbin terhadap billboard.

Perhitungan di atas menunjukkan bahwa penggunaan turbin angin sebagai pemasok daya billboard mungkin untuk dilakukan.

Kesimpulan

1. Dengan kecepatan angin yang ada sekarang, penerangan billboard dengan turbin angin mungkin untuk dilakukan, dengan catatan koefisien daya turbinnya berkisar 0,35.

2. Prototipe turbin angin mampu untuk berputar. Sudut pitch sudu 0o memberikan hasil yang terbaik dengan cut-in speed 5 m/s, dan dapat berputar stabil pada 3,5 m/s.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini dilakukan atas biaya dari Riset Unggulan ITB 2008. Untuk itu, para peneliti mengucapkan banyak terima kasih atas kesempatan dan dana yang diberikan.

Daftar Pustaka

1. Isworo, F. Parno, Perkembangan Teknologi Penyediaan Energi Alternatif, dipresentasikan pada Energi Alternatif Untuk Kesejahteraan Rakyat, ITB, Bandung, 5 September 2007.

2. Sigit, Industri Turbin Angin Indonesia, Nuansa Cipta Kreasi, dipresentasikan pada Energi Alternatif Untuk Kesejahteraan Rakyat, ITB, Bandung, 5 September 2007.

3. Daryanto, Y., F.A. Yohanes dan F. Hasim, Potensi Peluang dan Tantangan Energi Angin di Indonesia, BPPT Tangerang, 2005.

4. http://www.slast.co.id, diakses 8 Maret 2008.

5. Hau, Erich, Wind Turbines: Fundamentals, Technologies, Aplication, Economics, Berlin. 2005.

6. Gerhart, Philip M., Fundamental of Fluid Mechanic, second edition. Addison Wesley, 1985.

7. Wind Tunnel Performance Data for the Darrieus Wind Turbine with NACA 0012 Blades, Sandia Laboratories Energy Report, USA, 1977.

8. http://www.indonetwork.co.id/cv_kimindo, diakses 8 Maret 2008.

9. htpp://www.santomic.com, diakses 8 Maret 2008.

10. Ira H. Abbot, Theory of Wing Sections, Dover, New York, 1958.

11. http://www.pacwind.net, diakses 8 Maret 2008.

October 30, 2008 Posted by | Uncategorized | , , , | 1 Comment